Perlu punya berapa album sebelum sebuah grup musik atau seorang penyanyi dianggap layak meluncurkan album “best of” atau “greatest hits”? Tiga? Empat? Lima? Atau sepuluh album? Relatif. Tidak ada aturan pasti soal itu. Yang jelas, kalau hanya baru punya satu atau dua album sebaiknya tidak nekat tiba-tiba sesumbar mau bikin album “greatest hits”. Itu sama saja memalukan diri sendiri. Nah, bagaimana untuk seorang Agnes Monica?
Dibandingkan dengan penyanyi seumurannya pada umumnya, perjalanan karier Agnes agak berbeda. Jika dihitung sejak cewek kelahiran Jakarta, 1 Juli 1986 ini masih anak-anak hingga album Sacredly Agnezious (2009), jumlah album yang sudah dihasilkannya setidaknya ada 6 buah. Itu belum termasuk dua buah lagu berjudul Pernikahan Dini dan Seputih Hati yang menjadi lagu tema sinetron “Pernikahan Dini” yang juga dibintanginya pada tahun 2000 lalu. Dengan modal seperti itu, seharusnya dia memang pantas dan punya modal lagu yang lumayan banyak untuk membuat kumpulan lagu-lagu terbaiknya dalam sebuah album tersendiri.
Tapi ternyata dalam album terbarunya bertajuk “Agnes is My Name” yang di sampul plastiknya berstiker “The Best of Agnes Monica” ini, materi lagunya hanya dibatasi dari tiga album terakhirnya saja. Komposisinya, 2 lagu dari And the Story Goes (2003), 4 lagu dari Whaddup A..?! (2005), dan 4 lagu juga dari Sacredly Agnezious (2009). Selain 10 lagu lawas tadi, masih ada tambahan 2 lagu baru. Yaitu, Paralyzed dan Karena Ku Sanggup.
“
Di samping menjadi album kompilasi lagu-lagu terbaiknya yang enak dinikmati, album ini juga terkesan sebagai semacam album pencitraan.”
Tidak dimasukkannya lagu dari album kanak-kanaknya dalam album yang dirilis awal Februari 2011 lalu ini masih bisa dimengerti. Namun yang agak mengherankan adalah ditinggalkannya lagu Pernikahan Dini dan Seputih Hati. Padahal bisa dibilang dua nomor itu termasuk lagu yang cukup berperan mengangkat namanya di dunia musik Indonesia saat dia mulai beranjak dewasa.
Sementara lagu baru ciptaannya yang bertajuk Paralyzed mengusung lirik agak berbeda ketimbang lagu bertema cinta umumnya. Liriknya berkisah soal ketertarikan terhadap seseorang yang bisa membuat lemah tak berdaya hanya karena arogansi orang itu. Gaya menyanyi Agnes yang agak nge-rap di lagu ini membuatnya semakin menarik disimak. Sayangnya, aransemen musiknya yang digarap Beto kurang mendukung, kurang mantap. Terutama jika dibandingkan dengan musik energik yang biasanya diusung Agnes selama ini.
Lagu baru lainnya, Karena Ku Sanggup, menyodorkan irama yang berbeda dengan lagu pertama tadi. Diletakkan berdekatan dengan Teruskanlah (dari album Sacredly Agnezious), membuat lagu ciptaan Agnes dan Andi Rianto ini terdengar seperti sebuah sekuel. Apalagi isi lirik dan musiknya yang ‘sealiran’, menyebabkan keduanya makin terasa punya hubungan kesinambungan.
Kisahnya boleh saja soal perpisahan menyedihkan yang menempatkannya seperti merupakan kisah lanjutan dari Teruskanlah, namun perpaduan aransemen musik yang indah dari Andi Rianto dengan lengkingan suara tinggi Agnes membuat lagu Karena Ku Sanggup ini terdengar memukau di telinga. Sebuah ‘sekuel’ yang mengesankan.
Melihat keseluruhan materi lagu yang dipilih, di samping menjadi album kompilasi lagu-lagu terbaiknya yang enak dinikmati, album ini juga terkesan sebagai semacam album pencitraan. Khususnya pencitraan menyangkut genre musiknya. Lewat deretan 12 lagu ini, Agnes seakan ingin menegaskan soal genre musik yang ingin dicitrakan melekat dengan dirinya sekarang. Yaitu, musik bernuansa R&B dan balada.
Kesan sebagai sebuah album pencitraan itu makin terasa jika memerhatikan lebih jauh bagaimana meratanya pembagian jumlah lagu dalam album ini untuk kedua genre itu. Lihat saja. Lagu yang berirama R&B ada 6 lagu, sementara yang bernuansa balada dengan tempo pelan juga ada 6 lagu. Begitu juga dengan dua lagu barunya yang seakan mewakili masing-masing genre. Sepertinya benar-benar sebuah usaha pencitraan yang penuh perhitungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar